Jumat, 22 Agustus 2014

Studio Arsitektur 1

Kawasan Wisata Religius Kristiani di Sulawesi Utara

Deskripsi Objek
a. Definisi Objek
Dalam rangka menghasilkan suatu karya arsitektur yang sesuai dengan tujuan, maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian objek perancangan tersebut. Dalam hal ini objek yang akan dirancang adalah Kawasan wisata religius Kristian di Sulawesi Utara.
Kawasan    :  Wilayah Tertentu
Wisata   : Kegiatan jalan – jalan dalam waktu yang ditentukan bersama dengan                  tujuan bersenang – senang atau piknik.
Religius       : Bersifat religi, bersifat keagamaan, yang besangkut-paut dengan religi.
Kristiani      : Merujuk pada Kristen (orang yang beragama Kristen)
Sulawesi Utara     :  Kota di Sulawesi Utara.

Jadi, kawasan wisata religius Kristiani di Sulawesi Utara adalah suatu wilayah tertentu di Sulawesi Utara yang dirancang sebagai tempat kegiatan jalan – jalan yang bersifat religius/ keagamaan menurut ajaran Kristen.
Berdasarkan hal ini maka perancang merancang objek dengan orientasi ajaran agama Kristen yaitu : Gereja yang dilengkapi fasilitas pendukung tertentu.
     
b. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam perancangan ini adalah sebagai berikut.
       -Memberikan wadah representative bagi umat Kristen utamanya untuk berwisata religi.
       -Memberikan sumbangan moril secara tidak langsung dalam pembentukan karakter umat.
       -Memberi dampak ekonomi kepada daerah dimana lokasi objek dibangun.

Landasan Teori Post Modern
Dalam proses perancangan Objek Kawasan Wisata Religius (Gereja) digunakan teori post modern menurut Charles Jenks. Buku yang digunakan menjadi literature utama adalah sebagai berikut:
Architectural Theory volume II “An Anthology from 1871-2005” page. 499- (part B. Postmodernism and Historicism)- Charles Jenks “from What is Post-Modernism?” (1986)
Menggali Pemikiran Postmodernisme dalam Arsitektur- penulis Ikhwanuddin terbitan Gadjah Mada University Press- 2005

Bahasa Teori:
Menurut buku Architectural Theory Vol.II, Charles Jenks menulis inti dari post modern menuruynya adalah:
“To this day I would define Post Modernism as I did in 1978 as double coding: the combination of Modern techniques with something else (usually traditional building) in order for architecture to communicate with the public and a concerned minority, usually other architecs.”
Menurut buku Menggali Pemikiran Postmodernisme dalam Arsitektur, mengutip pernyataan Charles Jenks sebagai berikut:
”Postmodernism means the continuation of modernism and its transedence.”

User Description
Berdasarkan tujuan perancangan Wisata Religius ini ditujukan untuk semua warga masyarakat khususnya yang beragama Kristen yang berada di wilayah kota Manado dan sekitarnya. Pengunjung dibedakan menjadi 2 bagian yakni pengunjung tetap dan temporer. Pengunjung tetap yaitu warga jemaat yang terdaftar di lokasi objek sedangkan pengunjung temporer adalah warga masyarakat umum yang datang berwisata sewaktu – waktu dalam konteks berwisata. Jenis dan sifat kegiatan dibedakan sebagai berikut:
a.  Kegiatan Ibadah rutin
Kegiatan ibadah rutin maksudnya kegiatan yang dilakukan secara regular pada bangunan rumah ibadah yang disediakan dalam kawasan wisata.
b.  Kegiatan Wisata
Kegiatan wisata maksudnya kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan untuk mengunjungi objek dalam waktu tertentu sesuai jam operasional objek.
c.  Kegiatan pengelolaan
Kegiatan pelayanan antara lain berupa pelayanan yang diberikan oleh pihak pengelola gedung kepada pengguna yang meliputi administrasi, mengontrol pengunjung, pengendalian, publikasi, operasional, utilitas, elektrikal dan kegiatan pelayanan yang lain.
d. Kegiatan perniagaan
Kegiatan yang berhubungan dengan perniagaan antara lain restoran atau rumah makan sebagai fasilitas pelengkap bagi pengujung yang berwisata. 

Site/ Location
a.   Kriteria Lokasi
              -Lokasi/ site berada di wilayah Sulawesi Utara
-Genius Locci
Lokasi yang dipilih sebagai tempat objek dibangun harus berkontur dengan kemiringan di atas 15 % dan berada di area waterfront.
-Kondisi Infrastruktur
Secara umum sarana infrastruktur yang memadai adalah kebutuhan mendasar dari kriteria penentuan tapak.
-Pencapaian (Accessibility)
Tingkat pencapaian (akses) merupakan pertimbangan utama dimana servis dari objek ini menyebabkan pengunjung yang datang memiliki kepentingan atau tujuan khusus.
-Potensi dan Kondisi Lokasi
Kawasan harus mempunyai sarana infrastruktur yang lengkap dan memadai (listrik, air bersih, telepon) untuk mendukung aktivitas objek.

b. Site Terpilih
Berdasarkan kriteria ini maka dipilihlah lokasi yang dianggap memenuhi syarat yaitu di desa Mokupa (Kabupaten Minahasa).

Space Specification
Dalam konteks pemrograman kebutuhan ruang diperoleh setelah melihat human activity dalam kawasan yang akan direncanakan.
Kebutuhan ruang antara lain:
Bangunan Utama:
    Rg. Ibadah
    Balkon
    Rg. Konsistori
    Rg. Ganti Pendeta
    Rg. Pertemuan
    Rg. Doa dan konseling
    Rg. Staf pekerja harian gereja
    KM/WC
                Fasilitas Pendukung:
  Gazebo peristirahatan
  Rg. Doa jalan salib
  Restoran/ rumah makan
  KM/WC


Hasil Perancangan
Hasil Perancangan ditampilkan dalam bentuk banner seperti dibawah ini.










Kamis, 21 Agustus 2014

Berita Kebudayaan 1

Pengaruh Agama Kristen Terhadap Suku Pamona di Kabupaten Poso
Suku Pamona Dalam Periode Agama Suku (~1892)
J. Kruyt (anak dari A.C Kruyt/ penginjil pertama di Poso) dalam Kabar Keselamatan di Poso hal.38 menulis bahwa terdapat kepercayaan terhadap dewa – dewa yang berkembang sebelum masuknya penginjilan di tanah Poso (kurun waktu sebelum 1892). Ada satu istilah yang digunakan untuk merepresentasikan dewa yaitu Lamoa. Lamoa diterjemahkan sebagai dewa yang ilahi baik para bapa leluhur yang diperdewakan maupun roh – roh alam dan dewa – dewa langit (Woordenboek, Adriani dalam J.Kruyt hal.38). Masyarakat pamona mempercayai bahwa Lamoa adalah kuasa yang tidak kelihatan yang menentukan hidup matinya manusia dan segala makhluk hidup di dunia ini.
Selain Lamoa ada pula istilah yang paling dikenal suku Pamona yaitu Mpue Mpalaburu / Tuhan Pencipta ( J. Kruyt dalam Kabar Keselamatan di Poso hal. 39). Suku Pamona mempercayai bahwa Mpue Mpalaburu tinggal di tempat terbit dan terbenamnya matahari. Dialah yang menciptakan manusia.
Dalam periode agama suku, orang – orang Pamona sebenarnya telah menyadari bahwa ada satu kuasa di luar manusia yang memegang kendali kehidupan di alam semesta ini.

Kehidupan
Sepanjang hidupnya orang – orang Pamona merasa bahwa dirinya termasuk dalam satu persekutuan tempat dimana ia lahir. Ini tidak berdasarkan pilihannya sendiri, tetapi merupakan suatu keadaan yang ditentukan. Terdapat istilah Tanoana yang diartikan sebagai pengendali setiap individu atau sesuatu yang bernapas. Dalam istilah dr. Adriani (Pendamping J. Kruyt) tanoana dapat meninggalkan tubuh untuk sementara. Hal ini terjadi pada waktu insan yang bersangkutan tertidur dan apa yang diimpikan oleh seseorang yang tertidur adalah hal yang benar terjadi pada tanoananya yang mengembara. Hal serupa juga terjadi pada seseorang yang jatuh pingsan, dimana tanoananya pergi meninggalkan dirinya.
Demikianlah kita melihat bahwa tanoana berdiri sendiri, mengamati, bergerak dan mempunyai semacam kepribadian sendiri yang mendasari penentuan tabiat dan kehidupan manusia yang bersangkutan. Dapat disimpulkan bahwa seluruh kehidupan di bumi ini tersusun oleh tanoana yang beraneka ragam baik bentuk dan fungsinya. Dengan tanoana ini manusia bisa hidup dan beraktifitas dalam kesehariannya.
 
Kematian
J. Kruyt dalam Kabar Keselamatan di Poso hal. 48 menulis bahwa kematian oleh suku pamona adalah peristiwa berpindahnya status seseorang ke eksistensi yang lain. Artinya tanoana kehilangan fungsinya beserta eksistensinya. Orang yang sudah mati akan hidup dalam eksistensi yang lain dan ia disebut angga. Angga oleh sebagian tokoh agama kampung disebutkan langsung pergi ke wilayah – wilayah sorga. Walaupun demikian bagi orang – orang yang fana lainnya perjalanannya justru ke dunia bawah. Di dunia bawah para angga akan bertemu dengan hakim yang akan melihat apakah orang mati tersebut telah melunasi kewajibannya dalam kehidupan kebersamaannya, misalnya bagi laki – laki membentuk keturunan dan mengayau(berperang). Hakim tidak meminta pertanggungan –jawaban untuk bermacam – macam salah yang telah dilakukan orang mati semasa hidupnya.

Pertanian
Pertanian sudah mendarah daging bagi seorang Poso (J. Kruyt dalam Kabar Keselamatan di Poso hal. 61). Perladangan ialah dasar perekonomian dan menguasai hidupnya dalam arti yang luas. Pembagian tahun, penetapan waktu – waktu tertentu selama satu tahun, semuanya itu adalah didasarkan atas kesibukan – kesibukan di ladang. Orang – orang Poso secara khusus suku Pamona mempunyai satu kata yang dalam artinya sangat erat bertalian dengan pekerjaan yaitu Mejama berarti menyentuh dengan tanah atau bekerja dengan tangan atau juga mengerjakan pertanian. Istilah ini kemudian lebih dikenal dengan Mojama yang lebih erat kaitannya dengan bertani.
       
Situasi Politik
Di zaman periode agama suku, berkali – kali masyarakat di Poso digelisahkan oleh perang dan penyerbuan orang – orang secara tiba – tiba. Desa (lipu) adalah suatu tempat berkubu, dimana semua orang berkumpul, bukan hanya untuk perayaan – perayaan bersama dan upacara – upacara agama, tetapi juga untuk mencari perlindungan dan mempertahankan diri dari bahaya. Dahulu bila ada orang asing yang ingin menumpang/menginap di desa setelah mendapat izin dari pemimpin desa maka orang itu akan diarahkan untuk menginap di kuil desa atau lobo ( J.Kruyt dalam Kabar Keselamatan di Poso hal. 23). Namun bila tidak ada tempat maka orang asing tersebut akan diberi tempat menginap di bawah salah satu lumbung padi. Hanya sanak dan sahabat yang diperbolehkan untuk menggelarkan tikar untuk pembaringannya.
Semasa agama suku, kekuasaan yang paling berpengaruh dan paling luas jangkauannya adalah kerajaan Bugis-Luwu dengan ibukotanya di Palopo. Raja atau ratu dari kerajaan ini diberi gelar Datu.

Masyarakat Desa
Anggota – anggota suku tinggal di desa – desa bersama – sama secara berkelompok. Untuk pengertian desa masyarakat poso (pamona) mempunyai suatu kata  ‘lipu” yang berarti tempat yang berpagar sekelilingnya. Berkampung atau berkumpul (lipu) ini mempunyai watak sendiri dan berbeda – beda namun satu dalam suku pamona.

Suku Pamona Dalam Periode setelah Masuknya Agama Kristen dimotori Belanda (1892~)
Perintisan mengenai jalan kedatangan agama Kristen sudah dimulai dari tahun 1891 (Kambodji dalam Wajah GKST hal.3). Dalam kunjungan ini seorang Albertus Christian Kruyt (10 oktober 1869) adalah utusan Zending Belanda yang mengunjungi 3 perkampungan di tanah poso.  Dalam kunjungan ini A.C Kruyt diperkenalkan oleh asisten residen Belanda sebagai guru dan sando (dokter). Boleh dikatakan bahwa kunjungan Kruyt ini sebagai suatu perkenalan dengan tanah poso.
Kunjungan keduanya terjadi pada 16 Februari 1892 dan Kruyt sendiri sudah mulai menetap di Poso. Di Poso Kruyt mulai melaksanakan tugas di tengah – tengah masyarakat dan bersama – sama dengan penduduk membangun sekolah dan akses jalan. Setiap sore hari ia mengunjungi penduduk di rumah – rumah mereka, dan pada akhirnya ia mengenal lebih banyak lagi kebiasaan – kebiasaan mereka. Kruyt mulai memperkenalkan cara menyembuhkan penyakit yang berbeda dengan kebiasaan orang poso yakni pengobatan rahasia oleh imam kafir (tadu mburake) yang mengobati dengan pengetahuan animism. Kruyt mengobati orang sakit dengan cara – cara yang tidak rahasia yaitu menggunakan obat dan didoakan. Ia pun setiap hari mengadakan percakapan – percakapan mengenai kehidupan praktis. Ia mulai mendekati seorang kepala kampung (kabose) yang bernama Papa I Wunte di desa Woyomakuni (kampung lama). Ia menyampaikan keinginannya untuk mendirikan sekolah rakyat, dan Papa I Wunte menyambut baik rencana itu. Papa I Wunte sendiri beserta isterinya adalah orang Pamona pertama yang dibaptis di tanah Poso.  Tidak menunggu lama Kruyt kembali ke Gorontalo dan membahas rencana ini dengan Zending ( Juni 1892).
Sekembalinya dari Gorontalo Kruyt semakin gencar melakukan pertemuan – pertemuan  dan mulai menceritakan kisah Alkitab juga berdoa. Dalam banyak kesempatan ia menulis buku – buku untuk digunakan di sekolah dan menghubungi sekolah guru yang berada di Tomohon untuk meminta tenaga – tenaga pengajar (guru) untuk membantunya di Poso.
Pada akhir tahun 1893, Kruyt sudah menetap di Poso. Dalam perjalanan penginjilannya banyak kampung yang dipindahkan dari gunung dan mendekati jalan. Pada tahun 1896 Kruyt beserta Nicolas Adriani (yang tiba di tahun 1895 sebagai penerjemah) mengadakan perjalanan jauh yang bertujuan untuk membebaskan seluruh penduduk di tanah Poso dari kekuasaan Datu Luwu di Palopo. Kruyt menuju Makassar dan meminta gubernur Belanda di sana untuk memberikan surat pembebasan kekuasaan Datu Luwu atas Tanah Poso. Dengan dikeluarkannya surat itu Datu Luwu tidak dapat berbuat apa – apa dan kekuasaannya berakhir di tanah Poso. Atas banyak usaha – usaha dan karyanya maka pada tahun 1897 Kruyt di anugerahi penghargaan Bintang Oranje Nassau oleh pemerinta Hindia Belanda.
Kruyt dan para penginjil Zending berusaha keras menjadikan tanah poso sebagai tempat dengan masyarakat yang menerima Kristus. Dalam beberapa wawancara dengan tokoh ditemukan fakta bahwa agama suku yang berkembang di Poso diusahakan agar lenyap termasuk dengan kebiasaan – kebiasaan akan roh – roh kegelapan.
Dalam setiap pos pekabaran injil yang dibangun oleh Kruyt di bangun sekolah yang menampung murid – murid dari kampung sekitarnya. Di sekolah itu pengajarnya adalah guru – guru dari Minahasa. Sekolah Guru pun mulai dibangun di Pendolo pada tahun 1912. Di samping semuanya itu, Kruyt tekun mengabadikan hasil penemuannya dalam setiap perkunjungan di Poso. Karyanya itu dicetak di Belanda yang diberi judul: “De Bare’e sprekende Toradjas Van Midden Celebes”.  
Pada tahun 1932 A.C Kruyt bersama istrinya kembali ke negeri Belanda. Ia telah merintis penanaman benih Injil bagi penduduk di Tanah Poso dan Tuhan sendiri yang menumbuhkan dan mengembangkannya. Di Belanda Kruyt menjadi anggota pengurus Zending dan mencetus ide agar Sekolah Guru di Poso dikembangkan menjadi sekolah pendidikan Teologia karena Zending akan sulit menyesuaikan dengan kehidupan masyarakat Poso. Kruyt mengharapkan agar jemaat – jemaat hasil pekabaran injil di Sulawesi Tengah dapat mendirikan satu organisasi gerejawi sendiri. Harapan ini muncul setelah ia mendengar bahwa di Sulawesi Utara telah lahir Gereja Masehi Injili di Minahasa pada tahun 1934 dan di Maluku telah lahir Gereja Protestan Maluku pada tahun 1935.
Pada waktu itu terjadi perang dunia kedua hubungan penginjilan terputus dan Zending mengalami banyak tekanan. Dalam keadaan tersebut penatua- penatua dan para guru – guru jemaat mau tidak mau harus mandiri mengurusi jemaat masing – masing. Sesudah perang dunia berakhir maka kemandirian jemaat sudah teruji dan mulai berdirilah persekutuan gereja – gereja baru yang berani menyatakan dirinya. Pada tanggal 18 Oktober 1947 Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) berdri dan menyatakan dirinya sebagai salah satu persekutuan gereja di Indonesia. Berita ini menjadi kesukaan bagi Kruyt dalam massa hidupnya dimana menyaksikan karya penginjilannya berdiri jadi satu organisasi gerejawi.

Pada tanggal 19 Januari 1949, Albertus Christian Kruyt yang telah mempersembahkan seluruh hidupnya untuk pekabaran injil di tanah Poso kembali ke pangkuan Bapa di Sorga.

*sumber :  Kruyt Johannes. 1977. Kabar Keselamatan di Poso. Jakarta: BPK Gunung Mulia ;  Tanggerahi dkk. 1992. Wajah GKST. Malang: Dioma

Rabu, 20 Agustus 2014

Teori Arsitektur 1

Tipologi Dalam Dunia Arsitektur

Kata “type” berasal dari bahasa Yunani “typos” yang berarti indicative of applicable to.
Secara harafiah, tipologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu mengenai tipe. Arti tipe ini sendiri juga dapat diberi pengertian, dan pengertian ini pun dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu dan pendapat dari perorangan. Dalam bidang arsitektur terdapat perbedaan pengertian mengenai tipologi. Perbedaan tersebut pada dasarnya disebabkan oleh intepretasi yang berbeda tentang arti dari kata “tipe”.
Tipe digunakan sebagai sesuatu yang mempunyai wujud atau gambaran, tetapi ada juga yang digunakan hanya sebagai khayalan. Tipe – tipe yang ada dapat kita gunakan sebagai petunjuk atau pengenalan karakteristik terhadap apa saja yang berada di bumi ini, misalnya menunjukkan tipe jembatan – jembatan, bangunan, maupun makhluk hidup. Hal ini dihadirkan agar memudahkan kita sebagai perencana atau arsitek untuk mencari image awal dan juga akhir pada suatu hasil karya. Konsep dari tipe sebagai ide adalah untuk mengetahui arsitektur sebagai ilmu praktis, teori dan penelitian.


Keseharian memperlihatkan bahwa tipe diartikan sebagai kelas dan kategori, dan pada bidang arsitektur berarti klasifikasi. Bentuk merupakan unsure pokok dari tipe, dimana pada unsure bentuk terjadinya ambiguitas cukup besar sekali, tetapi sekaligus merupakan tempat dimana gagasan tentang tipe banyak ditemukan. Tipologi dan bentuk mempunyai perbedaan antara lain; tipologi berfungsi untuk mengkategorikan sebuah bangunan dilihat dari fungsi, struktur, teknologi dan dari bentuk itu sendiri, sedangkan bentuk memiliki esensi dari tipe tetapi memiliki spectrum yang berbeda, dimana tipe bersifat lebih abstrak.
Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa klasifikasi sebagai pengelompokan suatu obyek berdasarkan tingkatan tertentu, atau mengelompokkan obyek, mengacu pada tingkatan yang telah diketahui, sedangkan menurut Budi A. Sukada dalam Julaihi.W & Bhakti.A hal. 67, Tipologi adalah penelusuran asal – usul terbentuknya obyek – obyek arsitektural yang terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1.   Menentukan “bentuk – bentuk dasar” (formal structure) yang ada di dalam tiap obyek arsitektur.
2.   Menentukan “sifat – sifat dasar” (properties) yang dimiliki oleh setiap obyek arsitektural berdasarkan bentuk dasar yang ada padanya.
3.      Mempelajari proses perkembangan bentuk dasar tersebut sampai pada perwujudannya saat ini.

Bentuk dasar yang dimaksud disini adalah unsure – unsure geometric utama seperti segitiga, segi empat, lingkaran dan elips; berikut segala variasi masing – masing unsure tersebut. Dan yang dimaksud dengan sifat dasar adalah hal – hal (feature) seperti: memusat, memencar, simetris, statis, sentries, dan sebagainya. Beberapa sifat dasar tertentu dengan sendirinya (inherent). Misalnya sebuah bujur sangkar mempunyai sifat dasar “statis”, sedangkan lingkaran mempunyai sifat dasar “memusat” dan sebagainya.
Tipologi dapat dibuat dengan cara mengelompokkan obyek arsitektur dalam suatu klasifikasi tipe berdasarkan kesamaan/ kemiripan dalam hal – hal tertentu yang dimiliki obyek arsitektural tersebut. Kesamaan tersebut dapt berupa:
·         Kesamaan bentuk dasar/ sifat – sifat dasar sesuai dengan bentuk dasar obyek tersebut.
·         Kesamaan fungsi obyek – obyek tersebut.
·         Kesamaan asal – usul/ perkembangan dan latar belakang social masyarakat obyek tersebut berada, termasuk gaya atau langgamnya.

Dengan mempelajari tipologi kita akan mengetahui karakteristik dari sebuah objek arsitektur. Dalam proses perancangan arsitektur terlebih dahulu perlu dibuat suatu kajian tentang tipologi objek yang akan dirancang. Hal ini berguna sebagai landasan pijak arsitek untuk menghasilkan suatu karya yang tepat guna dan bermanfaat nantinya. 
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi sobat - sobat arsitek muda, GBU_




*sumber :
-Alamsyah Bhakti dan Wahid Julaihi. 2013. Teori Arsitektur Suatu Kajian Perbedaan Pemahaman Teori Barat dan Timur. Yogyakarta: Graha ilmu